Ke Makkah Naik Sapi


Ke Mekah Naik Sapi
Oleh; Abu Rizqi Mahbulillah

Saat calon jamaah umroh asal Kecamatan Bluto Kabupaten Sumenep dikumpulkan untuk pembuatan paspor semuanya seakan tidak percaya, bahwa mereka benar-benar akan berangkat ketanah Suci Mekkah Al-Mukaromah dan Madinah Al-Munawwaroh untuk menunaikan ibadah umroh. Sebagian ada yang menjual perhiasan, sebagaian juga mengeluarkan tabungan yang mereka simpan selama ini, namun yang paling banyak mereka menjual hewan piaraan mereka yaitu sapi.
Di kecamatan Bluto hampir semua petani memelihara sapi karena mayoritas pekerjaan mereka sebagai petani. Perorang rata-rata memiliki dua ekor sapi. Ada juga sebagian yang sampai memelihara tiga ekor hingga empat ekor sapi. Termasuk 40 jamaah yang berangkat semuanya berperofesinya sebagai petani.
Mereka rela menjual sapi untuk menggapai impiannya berziarah ke makam Rasullullah SAW. Mereka rela kandang sapinya dibiarkan kosong, demi menginjakkan kakinya ditanah haram, mereka rela mengorbankan semuanya demi mencicipi keutamaan solat 100.000 di Masjidil haram, termasuk 1000 keutaam di Masjid nabawi.
Bagi mereka cerita tentang para Syuhada’ yang ada di pemakaman bagi’ bukan cuma diruang angan dan cerita. Begitu pula tentang Masjid Quba’ yang sering diceritakan para jamaah haji, Masjid Qiblatain, Jabal Uhud dan kebun kurma yang sering terlihat dilayar tv sudah menjadi nyata dan bukan mimpi lagi.
“Hingga saat ini saya masih belum percaya ini adalah nyata. Berarti kita naik sapi ke Mekkah” Kata salah seorang jamaah.
“Tidak tapi kita pergi naik pesawat Air Asia-X dan pulangnya naik pesawat Garuda Indonesia GA 985” Terang pengurus travel.
“Kalau pesawatnya Garuda, namun untuk bisa naik pesawat dan sampai di mekkah, kami harus menjual sapi, yang secara tidak langsung kita naik sapi yang berwujud pesawat” senyumnya.
Setelah itu seorang pembimbing manasik memberikan saran, agar saat berangkat beribadah tidak memikirkan tentang dunia, tidak memikirkan tentang barang berharga mereka yang sudah dijual, termasuk tentang binatang piaraan mereka yang dikorbankan.
Rizki itu tahu dimana dirimu berada, dari laut biru bumi gunung, termasuk binatang ternak. Allah memerintahkannya menujumu. Allah sudah menjamin rizkimu sejak empat bulan sepuluh hari kau dalam kandungan ibumu. Amatlah keliru bila rizki dimaknai dari hasil pekerjaan. Karena bekerja adalah ibadah sedangkan rizki itu urusan Nya.
Melalaikan kebenaran demi menghawatirkan apa yang dijaminnya, adalah kekeliruan berganda. Manusia membanting tulang demi angka simpanan gaji, yang mungkin esok akan ditingal mati. Hakikat rizki bukan apa yang tertulis dalam angka, tapi apa yang telah dinikmatinya temasuk yang dibelanjakan pada jalan Allah.
Rizki tidak selalu terletak pada pekerhjaan, Allah menaruh sekehendak-Nya, diulang bolak-balik tujuh kali shafa dan marwah, tapi air zamzam justru muncul dari kaki banyinya. Ihtiyar itu perbuatan. Rizki itu kejutan.
Selamat menikmati ibadah di tanah suci, Ikhlaskan niat, tekatkan bulat untuk senantiasa mendekatkan diri pada-Nya. Sapimu akan menjadi saksi kelak di Akhirat tentang jalan yang ditempuhnya. Semoga menjadi Umroh yang mabrur.
(Sumenep, 09 februari 2017)

Posted in Hikmah.

Azam

Leave a Reply