JAKARTA – Ketua Umum (Ketum) Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (AMPHURI) Joko Asmoro menyampaikan keberatan dan penolakannya atas pemberlakuan rekam biometrik (sidik jari dan retina mata) oleh Pemerintah Kerajaan Arab Saudi melalui operator Visa Facilitation Services (VFS) Tasheel sebagai persyaratan untuk pengurusan visa calon jamaah umrah.
Hal ini, menurut Joko, sangat membebani calon jamaah umrah. Pasalnya, kantor VFS Tasheel yang ada di Indonesia tidak memadai.
Karena dominan calon jamaah umrah berasal dari desa atau kabupaten terpencil. “50% calon jamaah kita berasal dari desa.
Sehingga, mereka akan sangat kesulitan untuk melakukan rekam biometrik yang hanya ada di beberapa provinsi dan kota besar saja. Bagaimana mereka harus bolak-balik menuju kantor VFS Tasheel yang adanya di luar provinsi mereka. Sedangkan kita tahu, letak geografis Indonesia beragam yang terdiri atas ribuan pulau,” katanya dalam keterangan persnya di Kantor DPP AMPHURI di Jakarta, Rabu (19/12/2018).
Menurut Joko, keberatan calon jamaah ini tak hanya sebatas waktu dan jarak serta kesusahan dalam melakukan proses biometrik. Tetapi juga materi.
“Pernah ada jamaah yang berasal dari sebuah desa terpencil datang mengeluhkan kepada kami, mereka harus menghabiskan biaya tambahan dari Rp1 juta hingga Rp6 juta hanya untuk ongkos dan penginapan selama mengurus rekam biometrik,” katanya.
Sumber : tribunnews.com